KABAG POLTEKBANG RAIH GELAR DOKTOR VOKASI DI UNESA

Surabaya – Kebutuhan tenaga kerja di bidang industri penerbangan semakin meningkat di masa mendatang. Dilansir dari Schonland (2016), kebutuhan tenaga kerja pada 2036 dan 2037 menurut ICAO diperlukan 620.000 pilot, 125.000 pengendali lalu lintas udara, dan 1,3 juta teknisi pesawat. Bahkan, Boeing memproyeksikan angka yang lebih besar, yaitu mencapai 790.000 pilot dan 890.000 awak kabin. Hal itulah yang melatarbelakangi Parjan, S.SiT., M.T., Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Ketarunaan, Politeknik Penerbangan Surabaya, Kementerian Perhubungan dalam penelitian disertasinya.
Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ekohariadi, M.Pd. dan Dr. Yeni Anistyasari, S.Pd., M.Kom., Bapak Parjan berhasil menyelesaikan studi tepat waktu selama 3 tahun di Program Studi S-3 Pendidikan Vokasi SPs Unesa. Penelitian itu mengambil data sampel taruna di Prodi Teknik Listrik Bandara di perguruan tinggi di bawah Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara (PPSDMPU). Tujuannya untuk mengeksplorasi pengaruh efikasi diri dan keterampilan pemecahan masalah terhadap keterampilan sosial taruna penerbangan.
Hasil penelitian yang dipaparkan pada Ujian Promosi Doktor pada Rabu (26-03-2024) di Gedung Terpadu Psikologi Olahraga ini menunjukkan bahwa taruna dengan efikasi diri yang tinggi lebih percaya diri dalam berinteraksi dan berkolaborasi dengan rekan kerja serta instruktur, sedangkan keterampilan pemecahan masalah yang baik meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama dalam tim dan menyelesaikan konflik secara konstruktif. Berdasarkan model Social Cognitive Career Theory-Model of Career Self-Management (SCCT-CSM), penelitian ini menyoroti bagaimana OJT dapat meningkatkan kesiapan taruna dalam transisi dari pendidikan ke dunia kerja. SSCT-CSM menekankan peran efikasi diri, ekspektasi hasil, dan dukungan kontekstual dalam membentuk perilaku karier adaptif.
“Efikasi diri berkontribusi terhadap budaya keselamatan dalam penerbangan, karena taruna dengan efikasi diri tinggi lebih disiplin dalam mengikuti prosedur keselamatan dan mendorong rekan-rekannya untuk melakukan hal yang sama,” jelas Parjan pada sesi ujian terbuka sore hari itu. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa keterampilan pemecahan masalah terdiri atas empat domain utama, yaitu definisi masalah, pencarian solusi alternatif, pengambilan keputusan, dan implementasi solusi.
“Dalam konteks
OJT, keterampilan pemecahan masalah yang baik meningkatkan efektivitas
pelatihan dengan memungkinkan taruna mengidentifikasi dan mengatasi tantangan
dengan lebih efisien. Kemampuan Pemecahan Masalah juga mendukung adaptasi
terhadap situasi nyata yang kompleks dan meningkatkan kerja sama tim melalui
komunikasi yang jelas dan solusi yang kolaboratif. Selain itu, pemecahan
masalah mendorong kreativitas, meningkatkan keterampilan kepemimpinan serta
memperkuat budaya keselamatan dalam industri penerbangan,” paparnya. (byu_sps)
Share It On: